Sunday, March 05, 2006

MUTIARA DALAM HIDUPKU

Hari 'disposition day' adalah hari yang dialami sangat berat oleh hampir setiap retreatan. (selama hari itu, bila retreatan tidak mampu bertahan, biasanya dia akan pulang dan tidak melanjutkan latihan rohaninya) Tak terkecuali bagi saya, ketika saya merenungkan perjalanan sejarah panggilan dan hidup, sulit bagi saya untuk melihat, mengakui dan menemukan bahwa Tuhan selalu menyertai aku dalam segala peristiwa hidupku. Tidak bisa begitu saja dimengerti dan diterima bahwa selalu menawarkan keselamatan dan kebahagian. Ketika saya merenungkan perjalanan hidup, saya merasa dan mengalami bahwa hidupku diwarnai oleh kerja keras, kemiskinan, susah, menderita dan ketidak pastian akan masa depan. Bayangan hitam (bukan kriminal lo..) masa lampau menutup mata saya untuk melihat dan mengalami bahwa Tuhan itu maha kasih, bahwa dia selalu care about dan selalu bersama saya. Di sini saya bergulat dengan diri saya untuk melihat Tuhan dalam sisi berat dan perjuangan hidup saya. Bagaimana mungkin bahwa Tuhan hadir dalam sejarah masa kelabu hidupku, bukankah warna hidupku tidak mencerminkan kebahagiaan sedikit pun itulah pertanyaan yang mengiang-ngiang di otak dan hatiku. Tidak mengherankan bila dalam meditasi saya selalu mengalami desolation, saya merasa bahwa Tuhan membiarkan saya sendirian, bergulat dengan diriku dan Ia saya rasakan begitu jauh. Perikopa Kitab Suci yang membantu saya untuk "menemukan" Tuhan dalam padang gurun hidup masa kecil atau lampau saya adalah Jeremia 29:11-14; "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikian firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberika masa depan yang penuh harapan. Dan apa bila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepadaKu, maka Aku akan mendengarkan kamu. Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati. Aku akan memberikan kamu menemukan Aku, demikian firman Tuhan.......dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu" Dengan pertolangan perikopa Kitab Suci inilah saya akhirnya dibantu melihat Tuhan dalam sisi gelap hidupku. Dan melalui pergulatan yang tidak gampang, akhirnya saya menemukan Tuhan dalam sisi gelap sejarah hidupku. Dia selalu ada di sana, dan sungguh mempunyai rancangan dan rencanaNya untuk saya. Satu hal yang sungguh mengusik diriku dalam meditasi ini adalah rasa syukur dan kesadaran yang mendalama, bahwa aku telah dilahirkan dari keluarga yang tidak punya ternyata bagian dari rencanaNya, kalau seandainya saya dulu dilahirkan dari keluarga berada, anak orang kaya, pengusaha atau anak presiden mungkin saya tidak akan menemukan Tuhan yang saya cari itu. Kalau sejak kecil saya tidak dididik kerja keras dan 'hidup prihatin' mungkin saya tidak akan 'tahan banting' melayani umat Allah yang Tuhan serahkan kepada saya. Saya pasti tidak akan rela membiarkan diriku keluar-masuk hutan di jalan berlumpur dan kadang harus nginap dijalan 'hanya' untuk menemukan dan melayani 'orang kecil' yang kurang tidak berarti dimata dunia. Tidak hasilnya secara ekonomis yang saya dapat, dan bagi orang yang tidak mengenal Tuhan adalah kasih semua itu adalah sia-sia, kerjaan orang bodoh yang dibius oleh dogma tentang Tuhan. Dari kesadaran inilah saya semakin mengerti dan mengenal Tuhanku, dia memang bukan Tuhan yang abstrak, bukan hanay seperti Tuhan yang telah saya pelajari dalam theology, tetapi Tuhan yang bersejarah, yang ikut ambil bagian dan aktif dalam perjalanan hidup saya. Ia mengenal aku secara pribadi, menyebut namaku dalam hatiNya dan lebih dari segalanya Ia mencintai aku dan tidak membiarkan aku hilang dari hadapanNya. Di sinilah saya mengenaldan mengalami Tuhanku sebagai 'pelindung dan penyelamatku' Dan inilah doa yang selalu saya ucapkan dalam meditasi yang lima kali sehari itu, dan yang sungguh membantu saya untuk semakin mengenal dan menemukan Tuhan dan diri saya dihadapannya. God, open my eyes, help me to see God, open my ears, help me to hear God, open my heart, help me to love Kesadaran akan ketidakmampuan saya untuk menemukan Tuhan yang bersejarah, sangat dibantu oleh doa ini dan ini sangat menentukan perjalanan rohani saya yang masih panjang dalam retret itu. Menerima sisi gelap dalam hidup sebagai bagian dari rencana Allah, tidaklah gampang, sungguh butuh ekstra rahmat. Namun keberhasilan untuk melihat Allah dalam penderitaan, sangat membantu untuk dengan mudah melihat Allah dalam sisi terang kehidupanku. Inilah renungan selanjutnya dalam retreat itu. Bila dalam meditasi sisi gelap, saya mengalami bahwa warna kehidupanku adalah kerja keras, miskin, susah dan menderita, lain halnya dengan apa yang saya alami dalam meditasi sisi terang ini. Walaupun ini tidak mudah, karena pola pikir, dan suasana batin saya sudah 'memutuskan' bahwa tidak ada rahmat istimewa yang saya terima. Maka dalam beberapa kali prayers period, rahmat yang saya minta adalah memohon supaya saya lebih mengenal kehadiran rahmat Allah dalam sejarah hidup saya dan mampu menerima dan menjawab kasih Allah yang melimpah itu dengan tulus ikhlas. Untuk menyusuri sejarah hidup ini, saya dibantu dengan merenungkan latar belakang hidupku, orang tua, nenek-kakek, saudara-saudari, teman sepermainan, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kecilku dsb. Dari peristiwa hidup yang saya telusuri, yang paling membantu saya untuk mengakui dan meyakini bahwa Tuhan mempunyai rencana dan rancangan atas masa depanku yang sejahtera dan bahagia dan tidak pernah meninggalkan aku adalah teladan hidup 'simbok' saya. Ini bukanlah rahasia lagi bagi saya, tetapi saya malah selalu merasa bangga menceritakan pengalaman ini, karena justru dari peristiwa ini saya menjadi yakin bahwa Tuhan itu begitu cinta dan menyertai saya. Sebagaimana telah sedikit saya singgung dalam sharing yang ketiga, bahwa bahwa saya dilahirkan dari keluarga miskin, sederhana adalah bagian dari rencana Allah juga. Saya adalah generasi pertama dari keluargaku yang transmigrasi ke Lampung Tengah, dari daerah tandus dan miskin di daerah pegunungan seribu di Jawa Tengah. Dengan modal dengkul dan tekad bulat untuk memperbaiki hidup di masa depan, bapak saya meninggalkan tanah kelahirannya yang gersang itu menuju tanah harapan di Sumatra. Ditemani istri dan tiga anak yang masih kecil, pria tegar dan berotot itu memulai hidup baru ditanah asing yang subur. Kegigihan dan keuletan dalam bekerja membawa kemajuan dan kebaikan hidup keluarga kami. Saya ingat filsafat jawa yang mengatakan bahwa orang jawa asli itu tidak bisa sungguh menjadi kaya, karena tidak bisa menyimpan uang, seandainya dia punya uang maka yang terjadi adalah untuk lima "m" (madon, madat, main, mangan lan minum). Hal ini terjadi juga dalam keluarga kami. Pada saat saya dilahirkan, keluarga kami dalam keadaan kehancuran ekonomi secara total, maka bapak perlu untuk pergi 'merantau' mencari tambahan penghasilan. Inilah nasip yang menimpa saya, kelahiran saya pun tidak ditunggui oleh bapak yang tercinta. Saya tidak pernah menikmati hasil jerih payah bapak dengan hidup enak, bisa beli komik atau enjoy dengan masa kecil. Satu kegembiraan masa kecil saya adalah bisa bebas menikmati segala permainan masa kanak-kanak, main gansing, gobak sodor, ngunda layangan, mlinteng burung, angon sapi dll. Rawa didekat rumah saya menjadi rumah saya yang kedua, karena dari rawa itulah saya bisa menambah gizi makanan saya. Maka masa kecil saya hampir habiskan dengan memancing dan menangkap ikan, maka saya ini termasuk golongan "burisrawa". Ibu, atau panggilan akrab saya adalah simbok adalah orang yang sungguh mempengarhui hidup saya. Satu hal yang selalu saya kagumi adalah kesederhanaan, imannya yang dalam, sikap mengampuni dan kasih serta tanggungjawabnya terhadap anak-anak. Sebagaimana saya telah sharingkan dalam menanggapi artikel "anak haram" bahwa saya lahir dari keluarga yang brokenhome. Teman netter pasti akan kaged bila saya mengatakan bahwa bapak saya telah menikah selama enam kali. Dari keluarga seperti itulah saya dipanggil oleh Allah menjadi alatnya. Bila saya cerita lebih lanjut mengenai idola "maria dalam hidup" saya yaitu simbok, anda tidak akan percaya bahwa ada wanita didunia ini seperti dia, bagaimana saya bisa tumbuh dan menjadi dewasa karena pengaruh kasihnya, akan saya sharingkan selanjutnya sebagai bagian dari meditasi saya untuk menemukan Tuhan dalam sejarah hidupku. Kehadiran simbok dalam sejarah hidup saya adalah sisi yang menggembirakan dalam hidupku. Ia anak sulung dari enam bersaudara. Dan sejak kecil sudah terbiasa kerja berat dan hidup prihatin. Karena datang dari keluarga dusun yang miskin, ia tidak pernah bisa mengecap nikmatnya pendidikan, tidak pernah bisa membaca komik favoritnya para netter, maka tidak mengherankan bahwa dia itu termasuk golongan buta huruf, buta baca dan buta hitung. Wajahnya biasa-biasa saja, tidak ayu dan juga tidak terlalu buruk, sebagaimana layaknya orang desa. Postur tubuhnya sedang, tidak pendek dan tidak tinggi. Paras mukanya tidak pernah kenal apa yang disebut kosmetik, bibirnya tetap merah alami walau pun tidak pernah dipoles dengan sentuhan lipstick. Rambutnya tebal, seandainya waktu kecil dulu simbok kenal dengan shampo Pantene Pro-V, mungkin rambutnya akan laku untuk iklan produk shampo itu, namun rambut indah itu sekarang sudah mulai putih merata. Bila netter ada kesempatan bertemu dengan dia, anda akan terpesona, tertarik dan akan merasa kagum dengan cermin muka yang menampakan wajah pasrah tetapi sumringah, lugu tetapi jujur. Itu kesan dari orang 'kaya' Jakarta yang pernah mengunjungi dia di kampung halamanku. Orangnya ramah, banyak omong dan ingin tahu tentang orang lain, cenderung mengarah ke sedikit bawel dan cerewet'(sorry mbok..!!! he..he..pasti dia juga tidak tahu sorry itu apa, sori itu ya..nyirami sesuatu dengan air). Ia tidak pernah berpikir dan berbuat untuk kesenangan dirinya sendiri tetapi selalu memikirkan kebutuhan orang lain. Kalau keluarga motong ayam dan memasaknya, dia ingin seluruh orang kampung merasakan enaknya ayam itu. Sejak kami transmigrasi ke Lampung, ia sudah terbiasa bekerja berat, dan ketika ditinggal 'edan' oleh sang suami, karena hobynya yang kawin-cerai itu dialah yang bertanggung jawab atas keluarga kami. Dialah yang memberi kami hidup dan yang bekerja keras, siang jadi malam dan malam jadi siang untuk cari nafkah dan uang untuk membiaya pendidikan keenam anaknya. Walau pun dia itu buta huruf, namun saya mengakui bahwa dia itu pinter, bijaksana dan wanita yang super kuat. Dia itu type wanita jawa tulen, 'nrimo ing pandum lan sepi ing pamrih, setya marang garwa tumekeng lalis" (menerima apa saja yang mesti diterima, tanpa pamrih dan setia pada suami sampai akhir hidup) Saya sungguh kagum akan kepribadiannya, ketulusan dan kemurnian hatinya serta kesetiaannya pada hidup perkawinannya. Saya merasa yakin bahwa simbok tidak pernah mengalami indahnya hidup perkawinan bersama sang suami, namun demikian perkawinannya tetap bertahan sampai hayat. Siapa wanita yang akan bertahan dan bisa bersenang hati melihat suami tercintanya main 'serong' bahkan menikah dengan wanita lain, tidak hanya terjadi satu atau dua sekali, tetapi berkali-kali bahkan sampai sang suami itu tidak berdaya lagi. Aneh tetapi nyata saya tidak pernah mendengar dalam pertengkarannya simbok minta cerai. Walaupun dia itu disakiti bahkan dicampakan namun tidak pernah mengeluh, dan tidak pernah membujuk anak-anaknya, termasuk saya untuk membenci bapakku. Dan sikap, tingkah laku dan teladan ibundaku, eh.... simbokku ini sangat membekas dan membentuk kepribadian anak-anaknya. Kami tidak pernah membenci dia, selalu pengampun terhadap sesama. Di sinilah saya melihat Tuhan ikut campur dalam membesarkan kami. Saya mengakui, bahwa simbok saya adalah wanita pendoa, setiap hari dia selalu berdoa, saya hafal betul bagaimana komat-kamit bibirnya selalu menjadi penutup dari seluruh hari beratnya. Dia mengajari anak-anaknya bagaimana harus berterima kasih kepada sang pemberi hidup. Tidak ada methode yang digunakan, tidak dengan cara yang muluk-muluk dan indah, hanya diam dan hadir dihadapan Allahnya, Kanjeng Rama lan Sembah Bekti itulah doa yang ia lakukan setiap hari. Setiap minggu, dialah yang tidak membuat kami nyaman tidur panjang, karena jam empat pagi, suara gunturnya nan nyaring selalu mengusik telinga kami untuk bangun dan pergi ke gereja. Waktu itu, tidak ada mobil, tidak mempunyai motor, tidak mempunyai sepeda, kami harus jalan kaki ke gereja paroki sejauh tujuh kilo meter dengan perut yang kosong, karena tidak boleh sarapan atau tidak ada yang harus dimakan. Perjuangan masa kecil inilah yang membuat saya cinta setengah mati pada gerejaku. Saya berani menyimpulkan, bahwa simbokku adalah Bunda Maria dalam hidupku. Kalau saya berbicara mengenai bunda Maria, dengan sangat enak dan gampang saya hanya membayangkan simbok saya. Dan walau pun semua ini terjadi dalam situasi di mana hidupku begitu penuh berjuangan, namun inilah kebahagiaanku, bahwa Tuhan memberi saya seorang Bunda Maria yang kongkrit, hidup, dekat bisa saya raba dan pandang yang setiap hari kasih, cinta dan perhatiannya selalu mengalir menyirami jiwaku. Doa-doanya selalu melambung tinggi, keluar dari bibir mungil yang tidak pernah tersentuh lipstick, bagaikan persembahan sejati dihadapan Allahnya. Kesimpulan refleksi saya ini didukung oleh kisah sejati (true story) yang akan saya lanjutkan dalam sharing berikutnya. Mendukung kesimpulan dari pernyataan sebelumnya bahwa simbokku adalah Maria yang hidup, kongkrit, dekat dan menyirami jiwaku dengan air jiwa dan ketulusan hati yang menyejukkan. Inilah kisah yang saya janjikan, yang juga merupakan kesadaran terdalam dari retreat itu, bahwa Tuhan memang mempunyai rencana untuk saya. Tidak biasanya kakak sulung saya tidak hadir dalam peristiwa penting gereja, namun hal ini terjadi, dikala uskup Hermeling, Uskup Tanjungkarang yang pertama meninggal dunia. Saat seluruh umat keuskupan datang melayat, saya mencoba mencari-cari diantara ribuan orang wajah kakak saya, namun sia-sialah usaha saya, karena saya tidak menemukannya. Ketika itu saya sedang menjalani tahun novisiat, tahun suci bagi panggilan saya. Rasa ingin tahu saya tidak terbendung, mengapa kakak yang selalu hadir dalam peristiwa gerejani sekecil apapun, dalam peristiwa sebesar ini kok tidak ada, tidak hadir. Saya cari informari, coba mengenal wajah-wajah orang dari paroki asal saya. Dan akhirnya saya menemukan bulik saya, saya tanya bagaimana kabar keluarga saya, dan menanyakan mengapa kakak saya tidak datang. Dia berusaha untuk menyembunyikan rahasia yang terjadi dikeluarga saya. Ternyata dia sudah dipesan supaya tidak bilang apa-apa mengenai situasi yang terjadi dalam keluarga kami. Tetapi muka dan air mata bulik saya tidak bisa menyembunyikan semuanya itu. Akhirnya dengan menangis ia menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada keluarga kami. Bapakku yang ganteng, yang sekian lama meninggalkan kami merantau dengan pamit 'mau mencari sapi betina' memang mendapatkan apa yang dia inginkan. Sapi betina itu sudah mempunyai anak kecil hasil paduan yang gagah dengan bapakku. Dia kerja keras di sana, bukan untuk memenuhi kebutuhan kami anak-anak yang ditinggalkan tetapi untuk istri dan anaknya yang baru. Saya sempat menjenguk dan pamit kepada beliau ketika saya mau berangkat ke seminari, maunya minta sangu, tetapi sepeser duit pun tidak saya dapat, tetapi doa restu dan tetesan air matanya sempat menghantar kepergian saya ke seminari saat itu. Saya yakin Tuhan itu maha pengasih dan penyayang, dia tidak akan membiarkan umatnya binasa melainkan selamat. Itulah pula yang dibuat Tuhan atas bapakku. Saya tahu bahwa bapak bukanlah 'orang jahat' dia sangat baik kepada siapa pun, sifat suka menolong dan mendahulukan kepentingan orang lain mengakibatkan keluarga cukup terlantar. Dan untuk mengingatkan bapak dari segala 'dosa-dosanya' Tuhan membutuhkan cara yang lain, tidak cukup nasehat atau omongan, melainkan suatu peristiwa yang membuat dia tak berdaya dan harus mengakui bahwa dirinya adalah manusia yang lemah. Di daerah baru, hutan yang baru dibuka itu bapak terserang malaria berat plus strock akibat dari darah tingginya. Tidak ada mantri, apalagi dokter, tidak ada obat yang mahal-mahal seperti yang sekarang ini menjadi makanan kedua saya. Dia setengah klenger, orang sini bilang dying, dalam kondisi seperti itu ia ingat akan kehangatan kasih dari istri yang sekian lama disia-siakan. Ia ingat akan anak-anak yang manis-manis dan setia serta tabah itu. Maka dalam kondisi 'setengah mati' itu ia mengutus seorang membawa kabar buruk bagi keluarga. Ia minta supaya dibawa pulang ke rumah, ia ingin mati ditengah istri dan anak-anaknya. Inilah ketulusan jiwa dan kemurnian hati simbokku terbukti, dengan spontan ia minta kakak sulungku menjemput ditempat dia merantau, yang jauhnya kurang lebih dua ratus kilo meter dari kampung. Dan hati penuh cinta dan kasih, simbok melupakan sakit hatinya, dia dengan tabah penuh cinta menerima 'bangkai' bapakku yang tak berdaya itu dan merawatnya. Dari hatinya yang terdalam, ketika suatu hari saya bertanya tentang peristiwa itu, ia menjawab " Thole..sakele-elek wong tuwomu, dheweke iku tetap bojoku lan wong sing dadi lumantar lahirmu ning donya" (thole, panggilan akrab simbok terhadap semua anak laki-lakinya, sejelek-jeleknya orang tuamu, dia itu tetap suamiku, dan orang yang telah menjadi sarana keberadaanmu di dunia ini). Tidak ada kata lanjut yang bisa saya tanyakan lagi, bak Jesus yang menjawab pertanyaan orang Parisi yang mencobai dia dengan membawa wanita yang tertangkap basah berbuat zinah itu. Dalam hati saya hanya kagum dan mengguman, ada berapa wanita di dunia ini yang seperti dia. Tidak tahu tentang ajaran kasih secara ilmu, tetapi prakteknya melebih seorang doktor moral lulusan Gregoriana di Roma. Dari kemiskinan dan kekurangan keluarga, kami merawat bapak dan berusaha supaya di bisa sembuh. Tidak ada dokter, tidak nginap di rumah sakit klas satu, tidak ada obat yang harganya mahal, yang kami punyai hanyalah iman, harapan dan kasih. Itulah yang menjadi obat dia setiap hari. Belaian kasih, pengampunan dan perhatian kami anak-anaknya membuat dia mempunyai gairah untuk hidup lagi. Di saat yang sama, saya berada di novisiat, menjalani tahun suci untuk memurnikan panggilan dan memperjelas jawaban 'ya' saya terhadap Dia yang mengenalku sejak dari kandungan simbokku. Saat itu pula, kakak yang paling nakal dalam keluarga, masuk penjara karena digaruk oleh temannya yang adalah garong, walaupun dia sama sekali bukan golongan mereka. Semua peristiwa itu tidak membuat saya putus asa dan ciut hati, tetapi menggembleng saya untuk semakin menemukan Tuhanku yang sebenarnya, benarkan dia itu maha kasih dan maha murah, sabar dan penuh belas kasihan!!! Dan inilah yang bisa saya buat saat itu, yaitu doa. Dalam doaku aku berseru kepada Tuhanku "Bapa, Engkau tahu bahwa bapaku adalah pendosa besar, dengarkanlah doaku, bila mungkin tobatkan dan kembalikan dia ke pangkuan ibu Gereja sebelum ia meninggal, tetapi seandainya engkau menghendaki dia meninggal dalam keadaan berdosa dan tidak berahmat, aku bersedia menjadi 'korban-ransom' bagi dosa-dosanya, aku rela masuk nereka asal bapakku masuk surga". Itulah doa yang keluar dari mulutku setiap hari. Pengalaman inilah yang membuat saya menjadi yakin bahwa doa itu powerful. Setelah empat tahun saya tekun berdoa, doa saya ternyata dikabulkan. Dalam rawatan kasih simbok, bapakku berangsur-angsur sembuh dan pulih kembali kesehatannya. Dan puji Tuhan dia masih diberi hidup selama sepuluh tahun. Saya belum pernah mengalami kebahagiaan yang sejati seperti saat itu, ketika saya di Yogyakarta, saya mendapat surat dari kakak sulung saya, yang mengabarkan bahwa 'Bapak telah kembali ke gereja, dia sudah menerima sakramen pengakuan dosa, menerima Tubuh Jesus dan memperbaharui perkawinannya kembali'. Bagaikan panas setahun disiram hujan sehari sejuknya hatiku, air mata kebahagiaan tak kuat lagi bertahan di pelupuk mataku, sambil menyebut Asma Dalem saya lari ke kapel kecil di biara. Di situ saya tuangkan seluruh tangis kebahagiaan dan pujian syukur saya dalam pangkuan Bapa dan Bunda. Itu semua terjadi berkat bibir kecil simbokku yang tidak pernah berhenti berkomat-kamit setiap hari. Semua itu karena ketulusan hati dan kemurnian jiwa simbokku yang merawatnya tanpa siraman dendam dan kebencian. Sempurna juga kebahagiaanku, ketika saya menerima urapan tangan bapak uskup dan dipercaya menjadi penyalur kasih Jesus menjamah kepalaku dan didukung oleh puluhan imam dan ribuan umat yang hadir. Bapak masih bisa merasakan kebahagiaanku dan kebahagiaannya jug, dia juga masih bisa menerima berkat Tuhan dari tanganku, anaknya yang didik dengan cara lain ini. Akhirnya, Bapa di surga sungguh menginginkan dia harus suci dan bersih sebelum dia kembali ke asalnya. Maka enam bulan sebelum kematiannya ia lumpuh total, dan tiga bulan sebelum meninggal ia bisu total. Inilah jalan penyuciannya. Hanyalah tangis kasih dan cinta yang menyambut saat-saat saya mengunjunginya. Dan ketulusan cinta kasih simbokku dimurnikan kembali ketika dia tidak berdaya, berak dan kecing ditempat, makan harus suapin, mandi harus dimandiin, sekali lagi simbok melakukan itu semuanya tanpa mengeluh. Segala perbuatan 'jahat' masa lalu bapakku tidak pernah terbayang, bahkan simbok semakin sayang sama bapak. Cinta suami istrinya semakin men-divine, mengkristal menjadi ilahi. Mungkin saat itulah simbok mengalami kebahagiaannya, bahwa sebagai wanita jawa dan istri bisa 'melayani' suami secara total. Ya...bagi saya tidak penting rumusan apakah Allah itu Bapa atau Ibu, tetapi saya merasakan belaian kasih Allah itu sebagai Allah dan sebagai Ibu. Dan inilah kegembiraanku, di mana saya sungguh bertemu dekat dengan Allah yang menyertaiku dalam sejarah perjuangan hidup. Seorang pendosa menjadi seorang 'suci' disaat kematiannya. Tidak pernah terbayang diotakku peristiwa lima belas tahun yang lalu, bapakku yang seperti itu, disaat kematiaannya ia ditinggikan dan dimuliakan dihadapan Allah dan di mata. Saat misa requiem di rumah, ekaristi dipersembahkan oleh uskup, dan didampingi oleh sepuluh konselebran dan dihadiri lebih dari dua puluh imam, suster dan umat tak terhitung jumlahnya. Inilah sekelumit pengalaman iman yang membentuk saya menjadi seperti ini, saya tidak perlu teori yang muluk mengenai hidup selibat, ketaatan dan kemurnian, pelayanan dan kasih. Kembali ke kampung, bertemu dengan simbok adalah retretku untuk menghayati jati diri panggilanku sebagai imamnya. Dari sejarah hidup seperti inilah saya meneruskan retreat saya ke tahap berikutnya. Setelah melihat perjalanan sejarah hidup saya, baik dari sisi gelap maupun sisi terang, dan menjadi yakin bahwa tangan Tuhan ikut campur dalam situasi, diri dan kondisi keluarga dan lingkungan, retret dilanjutkan dengan langkah berikutnya. Refleksi mengenai perjalanan hidup ini sangat membantu untuk mengakui dan meyakini bahwa Tuhan itu punya rencana dan sangat mencintai aku. Dia tidak pernah meninggalkan aku sebagai yatim piatu.Ia berjalan depanku dan menjadi pelindung dan penuntunkan dijalan yang akan saya tempuh. Ayat kitab suci ini sangat membantu saya untuk menyadari kasih Allah yang tak terhingga: "Ketika itu aku berkata kepadamu: Janganlah gemetar, janganlah takut kepada mereka; Tuhan, Allahmu yang berjalan didepanmu, Dialah yang akan berperang untukmu sama seperti yang dilakukanNya bagimu di Mesir, didepan matamu, dan dipadang gurun, dimana engkau melihat bahwa Tuhan, Allahmu, mendukung engkau seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba ditempat ini". Kesadaran bahwa Tuhan ada dipihakku dan selalu menuntun aku, mendorong saya untuk merumuskan prisip dan dasar hidupku. Dan ini penting untuk disadari dan menjadi tujuan dan program masa depanku. Dan di sini saya sharingkan apa yang menjadi prisip dan dasar hidupku, terutama dalam kaitan gaya hidup yang telah saya pilih ini atau panggilan hidup membiara. Di dalam filsafat Jawa kita mengenal dan menyakini (paling tidak saya) bahwa hidup ini bagaikan suatu perjiarahan. Dari asal, di mana kita pernah hidup hidup di dunia dan berjalan kembali lagi ke asal. Dari tidak ada, ada dan menjadi tidak ada lagi. Dan dalam perjalan jiarah ini kita diberi kesempatan hidup dan mampir di dunia ini. Istilah yang sering kita dengar adalah 'wong urip ing donya iki kaya dhene mung mampir ngombe' (orang hidup di dunia ini bagaikan orang yang hanya mampir untuk minum. Secara singkat saya mengartikan bahwa hidup dunia ini begitu singkat dan sebentar. Maka karena waktu yang singkat ini, saya harus memanfaatkan dan menggunakan seefektif mungkin, jangan disia-siakan. Pandangan jawa ini saya angkat dalam perspektif panghayatan iman, dan bahwa menjadi prinsip dan dasar hidup saya. Saya menyakini dan percaya bahwa hidup di dunia ini memang begitu singkat dan hanya sebentar, terutama bila kita bandingkan dengan kehidupan kekal yang Tuhan janjikan kepada kita, yaitu hidup sesudah kematian. Bahkan saya menyakini bahwa hidup yang sejati, yang sering kita sebut sebagai everlasting life terjadi setelah kematian. Disitulah kebahagian kekal telah dijanjikan kepada orang yang mampu dan bisa mempertanggungjawabkan hidupnya di dunia ini dengan baik akan saya alami. Dan bagi saya hidup di dunia ini bagaikan saat mampir untuk minum itu. Saya datang dari Tuhan, dan suatu saat bila waktunya tiba, saya harus kembali ke asal saya yaitu bersatu kembali dengan sang pencipta. Dan sebagai orang yang berpergian, dan yang akan kembali ke tempat asal, saya harus membawa buah kehidupan yang baik sebagai oleh-oleh kepada Dia yang memberi hidup dan kesempatan saya untuk berjiarah atau berpergian ini. Ia telah mengirim saya ke dunia dan boleh menikmati hidup serta memuji Dia bersama dengan ciptaaan lain, dengan segala kebebasan yang menyertainya. Sebagai orang yang sedang berpergian atau berjiarah kalau dia tidak mengetahui arah mana yang dituju dengan mudah akan tersesat. Demikian juga saya akan tersesat bila saya tidak mempunyai arah tujuan. Namun kebaikan Tuhan saya alami, Dia tidak hanya menyertai, mendukung, tetapi malah berjalan didepanku, dia telah memberi arah yang sangat jelas untuk diikuti. Arah jalan menuju kembali ke asal bagi saya tidak lain adalah Jesus. He is my way and my direction. Injil Yohanes ini membuat saya menjadi yakin bahwa saya berjalan diarah dan jalan yang benar, sebagaimana Jesus sendiri katakan: "Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang sampai kepada Bapa, kalau tidak melewati Aku" (Yoh 14:6). Saya merasa sangat yakin bila saya ada di jalan, kebenaran dan hidup saya tidak akan pernah tersesat. Tujuan yang saya tempuh sudah jelas, pergi bersama Dia. Karena keinginan Jesus hanya satu yaitu kita kembali ke rumah Bapa. Maka kejelasan arah ini harus membuat saya mantap dan jangan ragu-ragu lagi. Dan Jesus sendiri mengingatkan saya "Jangan gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu" Di rumah Bapa banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apa bila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana aku berada, kamupun berada" (Yoh 14:1-4) Yang harus terus saya bina adalah bagaimana setiap hari saya semakin menjadi percaya kepada Dia. Untuk sungguh percaya kepadaNya tidaklah gampang, selain kita mengandalkan rahmat, tetapi juga perjuangan dan inilah yang disebut proses beriman. Bagaimana saya mencoba untuk berjuang untuk menjadi beriman dan menghayati dasar dan prinsip hidup dalam kehidupan kongkrit. Kembali pada sharing saya yang lalu, pengalaman akan Allah yang mempunyai rencana terhadap hidupku dan mengalami bahwa Allah sungguh mencintai saya, mendorong saya untuk menuliskan prinsip dan dasar hidup saya. Pertanyaan yang menutup sharing terakhir adalah bagaimana saya menghayati iman dari prinsip dan dasar hidup saya itu dalam kehidupan kongkrit? Inilah sharing saya selanjutnya. Keyakinan saya akan Jesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup membuat saya tidak ragu-ragu melangkah ke rumah Bapa, dan saya juga tidak takut tersesat karena saya berada dalam jalan menuju ke hidup yang kekal. Iman saya akan Jesus membuat saya tahu siapa Allah Bapa. Maka saya menjadi yakin cinta dan iman akan Jesus sungguh menyelamatkan aku "karena begitu besar cinta kasih Allah akan dunia ini (termasuk aku didalamnya)sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16). Cinta Allah Bapalah yang membuat saya hidup dan menjadi istimewa dihadapanNya. Namun cinta akan berbuah dan hidup, bila cinta Allah ini saya tanggapi. Dan bagi saya hidup adalah tanggapan terhadap Allah yang telah lebih dulu mencintai Allah. Bagaimana saya menanggapi cinta kasih Allah ini, yaitu dengan mencintai sesama dan menjalankan kehendakNya. Sebagai mana Jesus katakan, 'kamu adalah muridKu bila kamu saling mencinta' dan 'kehendak Bapa adalah supaya kamu percaya kepada dia yang telah diutus dan menjalankan semua yang telah diperintahkan kepadamu'. Maka dalam menghayati proses menjadi murid Jesus (beriman kristen) saya harus terus menerus belajar dari Dia. Undangan belajar yang paling mempengaruhi proses hidup beriman saya adalah "belajarlah dari padaKu, sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati, maka hatimu (jiwamu ) akan memperoleh ketenangan" (Mat 11:28). Kelembutan dan kerendahan hati Jesus inilah yang terus menerus menjadi sumber belajar saya. Compassion Jesus inilah yang menjadi sumber keselamatan kita. Dari HatiNya yang lemah-lembuh inilah banyak orang yang mati dalam harapan mempunyai hidup baru, yang tersingkir dari lingkungan masyarakatnya dan dibuang dalam hukuman dosa sosial mendapat tempatnya yang nyaman, yaitu dalam komunitas kasih dan Hatinya. Dari kelembutan dan kerendahan hatiNya inilah dia rela menyerahkan segala kuasaNya ketangan manusia dengan digantung dikayu salib. Berhadapan dengan Jesus sang guru kelembutan dan kerendahan hati seperti ini, saya menjadi tidak berarti apa-apa, tidak ada unsur atau faktor manusiawi yang bisa saya banggakan. Yang saya banggakan hanya satu bahwa saya dipanggil untuk mempercayai Dia sebagai Putera Allah, dan diberi kesempatan dan rahmat untuk menyatakan itu dalam hidupku. Untuk membantu saya sadar dan kuat dalam perjuangan dijalan yang sempit, bersama Jesus yang datang menjadi bahan pertentangan ini, saya mewujudkannya dalam tiga cita-cita yang terus menerus ingin saya capai hingga saya nanti mati. Tiga hal itu adalah supaya saya menjadi rendah hati, jujur dan pasrah. Kalimat ini mudah sekali saya ucapkan, tetapi bila sudah sampai pada kenyataan hidup dan praktek sulitnya bukan main. Menjadi sombong adalah tantangan yang paling berat, atau musuh dari kerendahan hati yang saya perjuangankan. Kesombongan adalah akar dari dosa dan malapetaka. Kesombongan ini bukanlah sesuatu yang asing di badanku , namun ini adalah salah satu sikap jelek yang melekat di badan kita. Maka saya yakin sekali akan mutiara kata yang mengatakan 'musuh yang paling jahat adalah diriku sendiri". Jujur adalah sisi lain dari kerendahan hati. Hanya orang yang rendah hatilah yang bisa jujur terhadap orang lain atau diri sendiri. Maka bagi saya, kejujuran adalah bentuk kongkrit dari kerendahan hati yang saya berjuangkan. Dan bentuk lain yang bisa dilihat adalah 'sikap pasrah kepada kehendakNya' dan ini adalah program ketiga dari arah hidupku. Pasrah bukan berarti menyerah kepada nasip atau tunduk tersungkur dan tidak berbuat apa-apa. Pasrah berarti menaruh segala kepercayaan dan harapan kepada orang yang bisa diandalkan. Pasrah berarti percaya bahwa 'everthing will be fine". Pasrah berarti saya tidak membanggakan dan mengandalkan kekuatan manusiawi saya, melainkan kekuatan roh Allah yang melimpah saya terima dalam rahmat dan karunia. Dengan semangat inilah saya mengarungi sejarah hidup saya dalam jiarah yang panjang di dunia ini. Bagi saya, perbuatan baik yang saya lakukan bukanlah untuk mendapatkan jaminan di masa depan saya, supaya mendapat ganjaran yang melimpah. Perbuatan baik bagi saya merupakan wujud kongkrit bahwa saya memang hidup sesuai dengan kehendakNya. Allah itu baik, dan hanya Dialah yang pantas disebut baik. Kebaikan manusiawi itu relatif, tetapi kebaikan Allah itu kekal, kebaikan manusia menjadi bernilai umum bila merupakan manifestasi atau perwujudan dari kebaikan Allah itu. Ayat ini adalah ayat yang selalu mengingatkan saya untuk tidak mencari pujian diri oleh karena kebaikan yang telah saya lakukan "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya didepan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga" (Mat 5:16). Sekian terima kasih. MoTe