Friday, September 12, 2008

Susu, Kerbau dan Sapi
Tiga kata yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari orang India, baik yang berasal dari utara sampai ujung selatan. Orang India, baik dari bayi sampai kakek nenek, tidak pernah bisa dipisahkan dari susu. Susu adalah minuman utama yang harus ada dan tersedia disetiap rumah, baik dari rumah gedongan sampai cuma rumah kerdos di pemukiman kumuh, baik di kota metropolitan sampai desa terpencil. Kerbau dibeberapa tempat merupakan binatang yang menjadi tanda kemakmuran. Binatang ini menjadi binatang yang sangat berharga. Dipelihara dengan begitu penuh perhatian, dan bahkan sering diperlakukan sebagai anggota keluarga. Kandangnya pun ditempatkan tidak jauh dari tempat tidur mereka. Bauk kerbau bagi mereka tidaklah menjadi masalah, mereka sudah menyatu dengan binatang berharga ini. Sedangkan sapi adalah binatang yang di sucikan. Di berbagai tempat sapi menjadi obyek pujaan, karena bagi agama Hindu sapi adalah kendaraan tumpangan Batara Guru, atau lebih dikenal sebagai Deva Shiva. Dikota-kota besar, sering kita jumpai sapi bebas berkeliaran kemana-mana. Bahkan banyak orang yang memanfaatkan apa saja yang keluar dari sapi itu, dari susu sampai kotorannya. Didesa sapi menjadi sumber hidup yang memenuhi banyak kebetuhan keluarga.
Kalau ditempat lain sapi dan kerbau menjadi teman petani karena tenaganya digunakan sebagai tenaga pembajak atau penarik gerobak, tidaklah demikian halnya dengan sapi dan kerbau di India. Masyarakat India jarang atau bahkan tidak pernah menggunakan dua binatang ini sebagai tenaga pembantu manusia. Mereka adalah sumber utama susu yang menjadi minuman utama sehari-hari masyarakat India. Maka tidak mengherankan bila dimana-mana kita akan menemukan dua binatang ini hidup dekat dengan keluarga. Dua binatang ini memberikan susu peras yang tidak pernah berhenti sepanjang tahun. Dua kali sehari, pagi dan sore mereka memeras susu sapi ini untuk diminum, atau kalau banyak juga untuk dijual. Maka tidak mengherankan menurut penelitian dunia, India adalah penghasil dan pengguna susu terbesar di dunia.
Karena alasan bahwa susu adalah kebutuhan utama masyarakat India, di hampir semua seminari-seminari di India memelihara sapi atau kerbau untuk mengurangi pengeluaran pembelian susu, atau juga untuk menambah pamasukan uang untuk biaya hidup mereka. Demikian pula di Dehon Vidya Sadhan, Aluva tempat para mahasiswa filsafat dari kongregasi SCJ sedang belajar. Para seminarist yang jumlahnya 32 orang ini, setiap hari minum susu dua kali. Bila kami membeli dari masyarakat, setiap bulan kita membutuhkan cukup banyak susu. Sehari kita membutuhkan kurang lebih 8 liter dengan harga perliter Rs. 13/- [kurang lebih Rp 4000/-]. Maka untuk mendapatkan kualitas susu yang murni dan memenuhi kebutuhan para frater, sejak kehadiran rumah filasafat, di kebun belakang kami dipelihara sapi dan binatang ternak lainnya.
Keberadaan sapi di komunitas kami ini cukup mempunyai sejarah yang panjang. Pada awalahnya kami hanya membeli satu induk sapi, dan dari satu induk ini, kebutuhan susu bisa terpenuhi. Sesuai dengan berjalannya waktu, induk sapi ini beranak pinak. Sehingga sapi yang ada di kandang kami ini adalah generasi ketiga dari induk sapi yang kami beli pertama kali. Jumlah yang ada sekarang adalah empat sapi, satu induk sapi yang memberi susu untuk 40 orang di komunitas. Satu anak sapi dan dua sapi jantan salah satunya tinggalan dari induk yang mati waktu melahirkan. Dua sapi induk kami mati. Induk sapi yang pertama kami beli mati ketika melahirkan karena sakit.Tetapi beruntung bahwa anaknya bisa bertahan hidup sampai sekarang. Yang kedua belum lama ini, anak dari induk pertama ini juga mati ketika melahirkan, malah bedah sesar, tetapi sayang bahwa kedua-duanya mati, induk dan anaknya tidak tertolong. Pernah satu sapi betina kami yang sedang mengandung hilang di curi orang.
Aneh tapi nyata dan ini hanya terjadi di India. Kebiasaan ditanah air kita, terutama di Jawa, kalau ada sapi mati, ini merupakan kesempatan makan enak bagi masyarakat sekitarnya. Walaupun sapi itu mati atau disembelih karena sakit, masih mendatangkan untung karena masih bisa dijual dagingnya. Tidaklah demikian di India, pernah terjadi dalam waktu berbeda, dua sapi kami yang mati langsung dikubur, dagingnya tidak dimanfaatkan dan dimakan.. Dua kali kami bekerja keras membuat lobang untuk menguburkan sapi seberat hampir satu ton ini. Dalam hati saya menggerutu, tetapi inilah budaya India. Mereka tidak akan pernah makan daging apapun dari peliharaannya sendiri. Apalagi yang merawat sapi kami adalah tukang kebon yang beragama Hindu, mereka tidak akan menyentuh daging sapi ini.
Kebiasaan minum susu di India cukup aneh. Kalau dibanyak tempat, sebelum susu itu siap diminum, harus dpersiapkan melalui proses pabrik yang cukup panjang. Apakah akhirnya akan menjadi bubuk instant atau susu kental, baru kemudian siap untuk disajikan. Kalau di India sederhana sekali. Susu diperas langsung dari induk sapi atau kerbau, lalu direbus dengan teh atau kopi, lalu langsung diminum. Jadi sungguh segar dan murni, tidak ada proses perfilteran atau apa proses yang lainnya. Bahkan kami pernah punya pengalaman unik. Suatu hari saya pergi mengunjungi keluarga salah satu frater kami. Karena kami tidak memberi tahu kehadiran kami, karena mereka tinggal di desa dan waktunya pas nangung ketika kami datang, keluarga itu baru saja pulang dari ladang. Tidak ada apa-apa dirumah, dan biasanya minuman yang dihidangkan untuk tamu adalah teh susu. Maka ibu dari frater kami itu langsung ambil ember kecil, duduk didekat kerbau dan langsung memeras susu. Kami langsung menyaksikan dengan kepala mata kami sendiri. Setelah dapat secukupnya, langsung direbus dan disajikan ke kami. Jadilah hidangan susu yang nikmat.
Inilah sekilas kisah mengenai sapi, kerbau dan susu. Di seminari menengah kami di Andhra kami juga memelihara kerbau, malah karena kebutuhan susu untuk para seminari sudah terpenuhi dan kami kelebihan susu, maka kami jual susu itu ke susteran dekat dari seminari kami. Sedangkan di komunitas teologi, kami pernah mendengar bahwa mereka pernah mendapatkan bantuan dari Jakarta untuk membeli kerbau, hingga sekarang ini mereka belum merealisasikannya. Saya sendiri tidak tahu alasan utama, tetapi dengan pasti mereka akan membeli dan memelihara kerbau untuk menjawab kebutuhan susu komunitas mereka. Kalau tidak mereka tidak akan pernah mendapatkan susu murni dari kerbau mereka. Karenan kebanyak susu yang dijual di pasaran, biasanya sudah dicampuri dengan air.

Vivat Cor Jesu
V. Teja Anthara SCJ

No comments: