Saturday, February 25, 2006

“DERITAKU DAN BUKAN DERITAMU”

India, deritamu memang tiada henti. Dikala musim kemarau, banyak orang mati karena kepanasan. Dan sekarang, dikala musim hujan mengguyur negeri, banjir dimana-mana menelan ratusan orang korban. Sementara itu, ribuan keluarga kehilangan segalanya. Tidak hanya itu, kecelakaan kerata api yang menelan ratusan korban pun juga menjadi rentetan derita yang melanda orang-orang yang sudah terlalu kebal dengan penderitaan ini.
Pagi ini, antara, geram, marah dan protes, aku dikejutkan berita tragis yang tak bisa dibayangkan. Duh Gusti... itulah desiran kata yang keluar dari mulut saya, membaca, mendengar dan melihat berita tubuh-tubuh kecil yang kaku dan gosong terpanggang panasnya api. Peristiwa itu terjadi kemarin pagi, Jum'at 16 Juli di desa Kumbakonam, Tamilnadu, 88 anak-anak sekolah dasar yang sedang belajar di kelas, mati hangus terbakar oleh amukan api yang membakar atap Saraswathi English Medium School. Sedangkan 23 anak lainnya dalam kondisi kritis dan dirawat di rumah sakit. Sedangkan, seorang yang mencoba untuk menyelamatkan anak-anak dari amukan api, akhirnya meninggal setelah berada di rumah sakit.
Kejadian itu berawal sekitar jam 10.40 pagi, ketika para juru masak mempersiapkan makanan untuk makan siang. Kobaran api dari kayu yang dipakai memasak menyambar atap klass ditingkat pertama lalu merambah dan membakar atap gedung yang terbuat dari daun palem alas. Ketika nampak adanya kobaran api, beberapa guru memerintahkan murid untuk berlari dan menyelamatkan diri. Beberapa anak-anak, terutama yang berada di tingkat bawah bisa melarikan diri. Anak-anak SMA yang berada lantai pertama, bisa melarikan diri. Dari pengakuan anak yang menyelamatkan diri, banyaknya korban terjadi karena ketika mereka sudah lari, namun kembali lagi ke klass untuk mengambil tas, buku dan botol air mereka. Disitu mereka terjebak oleh kobaran api. Pada saat kebakaran terjadi, disebutkan bahwa jumlah para murid yang ada di sekolahan itu sebanyak 870 anak dari dua sekolahan, sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Diyakini bahwa sekitar 193 anak berada diklass lantai tiga yang beratap daun palem, ketika mereka terjebak kobaran api. Dan diantara jumlah itu 87 mati hangus terbakar.
Petugas kebakaran berusaha untuk memadamkan kobaran api. Tetapi karena lokasi yang sulit untuk dijangkau karena banyaknya rumah-rumah penduduk disekitar lokasi sekolahan, terlambat untuk bisa masuk ke lokasi. Mereka akhirnya berhasil menerebos tempat anak-anak terjebak kobaran api, namun sudah terlambat, korban telah berjatuhan. Kobaran api itu telah menelan korban anak-anak tak berdosa. Mereka yang mati terbakar berumur antara 9 sampai 13 tahun.
Menurut pengakuan para warga sekitar lokasi; bahwa para gurulah yang pertama-tama lari menyelamatkan diri ketika kobaran api mulai mengamuk dan meninggalkan anak didiknya berjuang sendirian. Bahkan menurut pengakuan mereka, para guru dari sekolah dasar meminta para murid untuk tetap duduk dan tinggal di klass ketika api mulai berkobar, sambil menyakinkan mereka bahwa api akan mampu dipadamkan segera. Namun ketika api mulai membesar dan dan berkobar mengamuk, mereka lari dan menyelematkan diri, dan meninggalkan para muridnya. Justru ironisnya, sementara para murid lari menyelematkan diri, para warga sekitarlah yang menyelamatkan murid-murid itu.
Inilah kisah tragis yang seharusnya tidak terjadi. Anak-anak kecil yang tak berdosa menjadi korban institusi yang mencari untung lewat pendidikan. Api telah menelan hidup mereka. Impian dan harapan menjadi purna. Jayalalithaa, si chief minister, langsung menutup sekolah itu dan menarik ijin operasinya. Sementara kepala sekolah telam diamankan, dan dituduh dengan tuduhan tindah kriminal. Namun mengapa baru sekarang dilakukan, korban telah berjatuhan. Nasi telah menjadi bubur. Dan iya..., sungguh deritamu memang bukan deritaku, siapa yang peduli. Bahkan diantara 'anak-anakku' ketika ku tanya 'how do you feel', mereka jawab 'feel nothing'. Mungkin karena India sudah terbiasa mengalami peristiwa kematian masa yang tragis seperti ini, sehingga menjadi biasa. Dengan kata lain membuat hati orang yang tidak terlibat dan menjadi korban, bebal dan tidak perasa lagi. Duh Gusti............?!!!!

Shalom and Love
MoTe van Kerala

No comments: