Saturday, February 25, 2006

MENEBAR JALA, MENANGKAP IKAN PANGGILAN (1)

(Refleksi perjalanan ‘vocation camp ke Tamil Nadu)

Bulan-bulan menjelang Paskah adalah bulan yang cukup sibuk. Baik bagi para pelajar yang akan menghadapi ujian akhir semester atau pun bagi para kaum religious dan konggregasi untuk memulai aksi 'menebar jala' menangkap 'ikan' panggilan. Demikian pula yang terjadi dengan saya. Berbekal para frater yang telah bergabung lebih dalam kongregasi, lewat bahasa lidah ibu mereka kami berjalan dari kota ke desa untuk bertemu, berkenalan dan bersanjang ke rumah para calon seminarist kami. Hal yang demikian tidak hanya dilakukan oleh kongregasi kami, tetapi ini merupakan aksi panggilan bagi kongregasi yang tidak mempunyai basis paroki.
Inilah kegiatan yang di India lebih dikenal dengan nama "Vocation Camp". Kegiatan ini menjadi perlu, karena sistim pendidikan seminari di India sangat berbeda dengan sistim pendidikan ditempat-tempat lain. Sejak seorang murid menyatakan dirinya ingin menjadi seorang 'biarawan-imam atau biarawati', maka saat itu pula dia terikat pada kongregasi atau keuskupan dimana dia ingin mengabungkan dirinya. Seluruh proses pendidikan sudah diwarnai dan ditentukan oleh tempat dimana mereka tinggal. Kunjungan kepada keluarga para calon seminarist juga merupakan bagian yang sangat penting dalam proses formatio. Dengan mengenal lebih 'dekat' dan jelas latar belakang para calon, membantu kita lebih mudah mendampangi mereka dalam proses menjawab panggilan Allah ini.
Saya menyadari hal yang demikian jarang dilakukan oleh para formator di Indonesia. Paling tidak itulah yang saya alami, selama menjalani proses pendidikan tak satu pun 'guru' atau romo yang mengunjungi keluarga kami. Hal ini terjadi karena para formator lebih mengandalkan dan mempercayakan para calon kepada para pastor paroki yang mereka kenal.
Hal inilah yang membuat beberapa hari yang lalu saya tidak ada di rumah. Dari tanggal 23 January 2002 sampai dengan tanggal 28 January 2002 saya pergi ke Tamil Nadu untuk mengunjungi keluarga para frater dan juga untuk mengadakan 'mini vocation camp'. Bersama dengan dua frater dari Tamil Nadu, kami berangkat dari Aluva tgl 23/1/02 naik kereta api ke Madras. Semalam suntuk waktu yang kami butuhkan untuk sampai di Madras Center.
Pagi hari sekitar jam 7.30 suara raungan lokomotif berhenti menjalankan tugasnya. Berjejal dengan ribuan orang di station besar kereta api menebus kabut tipis dan merasakan dinginnya udara pengap kota Madras, saya mengawali hari baru. Sementara itu ribuan para gelandangan masih tertidur lelap berbalut selimut kumal, sambil memeluk mimpi dan harapan hari itu.
Perjalanan saya tidak berhenti di Madras Center. Untuk sampai tujuan, kami masih membutuhkan tiga jam. Tawar-menawar dengan sopir autorickshaw adalah awal kegiatan pagi itu. Namun terpaksa dibatalkan karena sopir meminta bayaran sepuluh kali lipat dari harga semestinya. Tentu saja kami hanya tersenyum, karena frater orang Tamil tahu persis berapa harga yang harus kami bayar untuk sampai di station bus antar kota. Ketika kami sedang tawar menawar bus kota datang menawarkan kebaikannya. Langsung loncat ke bus, membuat sopir menjadi kecewa, karena mangsa diawal pagi itu lepas. Sementara itu bus langsung menuju ke kota tanpa kompromi lagi.
Sampai di stasiun bus kota kami mendapatkan bus menuju desa yang akan kami tuju dengan sangat mudah. Inilah India, walaupun fasilitas transportasi umum jauh dari layak, namun sistimnya cukup teratur dan membuat penumpang pun merasa aman. Karena tidak ada kegiatan tawar menawar dan tarik-menarik para calo bus. Dengan naik bus ala India yang jauh dari rasa nyaman, di kedinginan pagi itu, kami pergi ke daerah utara Tamil ke tempat rumah tinggal salah satu frater kami. Dengan perut kosong, kami terus mengikuti jalannya bus dijalan raya yang cukup mulus dan bagus menuju desa K.K Pudur. Sungguh perjalanan pagi yang lenggang, karena roda kehidupan belum mulai. Biasanya jalan-jalan penuh dengan mobil, truck rickshaw, semrawut tanpa aturan. Bahkan badan jalanpun tidak ada yang kosong, karena dipenuhi dengan pejalan kaki.
Setelah perjalanan kurang lebih dua setengah jam dari pusat ibu kota Tamil Nadu, akhirnya bus berhenti ditempat pemberhentian bus. Mereka memberikan kesempatan kepada penumpang untuk sarapan pagi atau buang air kecil. Tak terkecuali saya, langsung turun dari bus dan menuju restoran yang ada tidak jauh dari bus parkir. Perutku sudah keroncongan, karena kemarin sore hanya diisi tiga keping kecil porotta dengan chicken masala. Maklum restoran sederhana di kereta selalu pelit membagi makanannya kepada para penumpangnya. Inilah kesempatan untuk menikmati sarapan lebih tenang dan nyaman, pikir saya. Tetapi apa yang terjadi.....sungguh diluar dugaan saya.

No comments: