Saturday, February 25, 2006

ST. THOMAS MOUNTAIN

Dalam tulisan saya mengenai 'Jiarah salib' dalam disela-sela kesibukan, saya telah menyinggung obyek jiarah yang pada bulan April yang lalu telah diakui secara resmi sebagai 'international shrine' oleh kepausan, yakni St. Thomas Mountain. Beberapa lalu saya mendapat kesempatan untuk mendaki gunung ini dan menikmati keindahan yang ada dipuncak gunung ini bersama dengan para frater yang menjalani retret bersama saya. Sebenarnya sudah beberapa kali saya mengunjungi tempat ini, tetapi saya belum pernah mendaki sampai puncak. Selain saya merasa tidak mampu, tetapi juga belum mempunyai niat. Maka ketika saat retret itulah saya menjadwalkan, bahwa salah satu dari acara retret adalah jiarah, karena rumah retret dimana kami menjalankan retret tidak jauh dari lokasi ini. Saya merencakanan penutupan retret akan kami adakan dipuncak gunung ini. Jam 06.30 pagi kami berangkat dari rumah retret menuju lokasi. Hanya dalam waktu 10 menit kita sudah sampai dilereng gunung ini.
Setelah dibuka dengan doa di patung besar St. Thomas, kami memulai jiarah kami mendaki gunung jiarah yang sangat terkenal di Kerala ini. Setepak demi setapak kami mendaki gunung yang terjal ini. Satu rosario telah selesai, namun kita belum sampai di pemberhatian pertama jalan salib. Nafas saya sudah tersengal-sengal, hampir putus. Jalannya berbatu, dibiarkan alami dan tidak dibuat jalan, mendaki terjal sekali. Beberapa kali saya harus berhenti mengatur nafas saya. Kakiku menjadi kaku dan sakit luar biasa. Maklum sudah lama saya tidak beroleh raga, terutama sejak dan sepulang dari mudik ke tanah air. Para frater sudah mulai agak kuatir, dan mulai menduga kalau-kalau saya tidak akan melanjutkan jiarah ini. Tetapi kukuatkan niatku, bahwa saya harus sampai dipuncak. Setelah dakian yang sangat terjal dan berbatu sampailah kita di pemberhentian pertama dan kita mulai jalan salib kami. Satu demi satu kami lalu jalan ini, bersamaan dengan itu ada kekuatan tersendiri yang mengalir dalam tubuh saya, sehingga saya menjadi merasa kuat. Kakiku yang kaku dan sakit bukan main mulai lemas dan tidak terasa sakit lagi. Setelah satu setengah jam perjalanan dengan doa jalan salib, sampailah kami dipuncak St. Thomas Mountain ini. Pertama-tama yang kami tuju adalah patung besar yang diletakkan di pendopo yang dilindungi dangan kaca. Kami berdoa bersama disitu, dan sambil mengajak para frater membawa intensinya masing-masing kami 'sungkem-tersungkur' bersama.
Setelah mengisi registration book, lalu kami melanjutkan acara retret kami dengan evaluasi bersama. Kesan dan pesan selama retret menjadi acara saat itu. Memberikan kesempatan satu persatu kepada para frater untuk mensharingkan bagaimana Tuhan lewat Roh Kudus telah mereka rasakan selama 5 hari dalam keheningan total. Roh Kudus sungguh berkarya dalam diri mereka. Tema retreat yang saya pimpin ini sebenarnya merupakan paket program dalam 'process formation' mereka. "The story of my life' itulah judul retret rekaan saya. Yakni suatu retret dengan bentuk refleksi pribadi dengan mengambil gaya psyco-spiritual, suatu proses untuk menemukan 'true-self', dengan bertanya diri siapakah aku dihadapan Allah, siapakah aku menurut yang aku kenal, siapakah aku ditengah keluarga, dan siapakah aku dimata teman-temanku. Saya kemas dalam tiga kali konfrensi dan diteruskan dengan refleksi pribadi dengan tuntunan pertanyaan pendalaman. Setelah evaluasi selesai, lalu kami tutup retret ini dengan doa singkat dan Bapa Kami, lalu kami mengucapkan janji 'resolusion' diatas batu besar yang telah berumur ribuan ratusan itu. Setelah itu bebas, boleh bicara dan tidak 'silent total' lagi.
Kesempatan selanjutnya adalah melihat-lihat obyek bersejarah yang ada di puncak 'gunung Tuhan' ini. Ada beberapa obyek sejarah yang sangat menarik untuk kita ketahui. Pertama adalah kapel asli yang dibangung oleh penduduk asli ratusan tahun yang lalu. Kapel ini sudah tidak digunakan lagi, karena kecil sekali. Ditembok belakang kapel ini rusak, dan menurut mereka kerusakan ini disebabkan oleh gajah atau binatang lain yang dulu dengan bebas hidup dipuncak gunung ini. Tidak jauh dari kapel kuno ini telah dibangun diatas batu hitam Gereja yang cukup besar. Yang menarik ditempat ini adalah adanya gedung tertutup yang dilindungi yang berdiri persisi didepan pintu masuk Gereja. Ternyata didalam gedung kecil yang tertutup ini ada salib besar dari besi, berdiri megah dilapisi dengan emas. Salib ini mempunyai sejarahnya sendiri. Menurut keyakinan orang setempat, didalam salib besar ini ada 'salib emas'. Salib emas ini adalah hasil mukjijat yang dibuat oleh St. Thomas. Ketika St. Thomas berdoa, tiba-tiba muncullah salib emas dari batu tempat dia berdoa. Masyarakat setempat berkali-kali ingin menghancurkan salib itu, tetapi salib itu tetap diam tak bergerak.
Disamping kapel, dilereng yang agak curam ada tempat yang menarik, yaitu 'sumur' St. Thomas. Dari papan informasi yang ada ditempat ditulis bahwa air sumur ini telah membawa begitu banyak mukjijat. Dengan meminum air sumur ini banyak orang yang sembuh dari aneka macam penyakit. Menurut keyakinan mereka air itu muncul dari batu besar ketika St. Thomas selesai berdoa dan merasa haus. Karena berada dipuncak gunung, dan tidak ada air, maka dengan menggunakan tongkatnya dia memukul batu itu, dan keluarlah air segar dari batu. Hingga sekarang air jernih mengalir dari batu dan tidak pernah kering sepanjang masa. Hanya sayang ketika saya berada di situ, tempatnya agak kotor, dan kurang terawat, ada beberapa gelas plastik dilempar disitu. Kami semua meminum air yang diyakini membawa banyak mukjijat ini.
Dari tempat ini kami melanjutkan ke tempat yang sudah lama saya pingin lihat. Tidak jauh hanya beberapa meter dari sumur ajaib, diatas batu besar yang datar ada dua telapak manusia yang tidak terlalu besar. Itulah telapak kaki St. Thomas. Tempat ini sudah dilindungi dengan rumah kecil yang ditutup dengan kaca, sehingga telapak kaki itu bisa dilihat dengan jelas. Banyak uang berhamburan ditempat itu. Saya yakin bahwa uang itu berasal dari para jiarah yang mengalab berkah disitu. Pemandang dari puncak ini lumayan indah. Terutama disebelah barat, karena dari atas gunung inilah kita bisa melihat hamparan dan lekuk sungai Periyar yang indah. Keindahan 'God's Own Country' bisa dinikmati dari hijau dan suburnya hamparan tanah dari puncak gunung. Diatas gunung ini pula saya lihat banyak sekali salib dalam berbagai bentuk, dari kecil sampai yang super besar dipancang ditanah atau ditempel dipohon. Inilah salib yang dibawa para jiarah yang berjalan puluhan kilo untuk mendapatkan berkarh dipuncak gunung Tuhan ini.
Setelah merasa cukup dan puas kami melanjutkan perjalan turun gunung. Ada rasa kepuasan tersendiri dalam hati saya, karena saya akhirnya berhasil mendaki gunung ini. Sebelumnya saya tidak pernah mencoba, karena mendengar cerita mereka yang telah mendaki ke sana, saya sudah merasa enggan. Terjal, sulit dan jauh dan tinggi. Selain itu saya adalah orang yang tidak bisa menikmati perjalanan naik gunung. Capek dan lemes, itulah hasil yang bisa saya nikmati. Berjalan turun ini juga merupakan tantangan tersendiri. Walaupun ada perasaan lebih ringan, tetapi membuat capek dan kaki tak bergerak.
Ketika saya tanyakan kepada orang yang tahu banyak tentang tempat jiarah ini, kenapa tidak dibuat jalan untuk mempermudah para jiarah naik ke puncak. Mereka mengatakan mereka tidak akan pernah membuat jalan ke puncak. Mereka akan tetap membiarkan tempat ini alami seperti sekarang ini. Karena makna jiarah ke tempat ini justru tersirat dan terungkap dalam 'beratnya medan' mendagi gunung ini. Inilah simbol dari kehidupan manusia di dunia. Beratnya jalan menuju puncak adalah lambang kehidupan dunia. Hanya mereka yang mampu menghapi hidup berart, bersama dengan Jesus yang tersalib, bisa menikmati kebahagiaan abadi di kehidupa surgawi. Jutaan orang telah mendaki gunung ini, ribuan orang tiap minggu menikmati keheningan dipuncaknya. Ribuan orang telah menerima berkat dan mukjijat. Semua ini adalah berkat iman mereka, karena pertanyaan apakah St. Thomas sungguh pernah berada di gunung itu, masih merupakan suatu misteri yang tidak pernah terjawab dan tidak akan pernah dijawab. Ini misteri iman dan kekayaan sejarah dari umat di Kerala. Apakah makan yang diakui sebagai makan St. Thomas di Kathederal Chinnai dan bukit St. Thomas yang sangat terkenal itu sungguh merupakan warisan Rasul, hanya merekalah yang tahu. Yang jelas dikatakan dalam Injil, bahwa St. Thomas pergi ke India dan mati disana.
Inilah 'shrine St. Thomas', ingin mengalab berkahnya, silahkan datang ke India. Boleh mencoba mendakinya, semoga anda berhasil.

V. Teja AntharaKerala - India

No comments: